Oleh:
Indriati Agustin Andayani, S.Pd.
(Guru Matematika SD Islam Al-Azhar Cairo Palembang)
Seorang pakar hubungan dari LA, Dr. Gary Brown menyampaikan bahwa “ Chemistry adalah sebuah reaksi di otak kita di mana reaksi tersebut menyebabkan ketertarikan yang intens terhadap seseorang. Perasaan yang menyenangkan ketika seseorang secara sadar dalam pikiran dan tubuh, bahwa dia tertarik pada seseorang”.
Chemistry sebenarnya jika diartikan ke dalam bahasa Indonesia adalah Kimia atau ilmu Kimia. Maka Chemistry menjadi sebuah ketertarikan antar molekul-molekul kimia dengan zat lainnya sehingga membentuk reaksi kimia. Ini jika dihubungkan dengan interaksi manusia diartikan sebagai kesesuian secara kimiawi antara dua orang atau lebih sehingga merasakan kecocokan dan kenyamanan ketika berdekatan satu sama lain.
Lalu, bagaimana dengan dunia pendidikan? Sebagian kehidupan seseorang dihabiskan dengan mencari ilmu mulai dari PG, TK, SD, SMP, SMA, Sampai PT. Tentu ada interaksi yang intens dengan semua warga sekolah, terutama dengan guru.
Guru digugu dan ditiru, semua tindak tanduk guru direkam oleh para muridnya mulai dari ucapan, sikap, bahkan sampai pada isyarat tubuh yang sering dilihat mereka. Pada proses pendidikan sebelum Covid 19, pembentukan chemistry antara guru dan murid terasa lebih cepat dan mudah untuk dilakukan. Setiap hari bertatap muka, bercerita dan berbagi senyum serta perhatian. Biasanya guru yang mampu menciptakan Chemisty yang baik dengan para muridnya, kehadirannya akan ditunggu-tunggu dan otomatis pelajarannya akan digemari.
Pada saat masa Covid 19 seperti sekarang, bukan tidak mungkin Chemistry tetap dapat dihadirkan antara guru dengan para muridnya. Kemajuan teknologi menjadi salah satu sarana membentuknya. Tapi guru tetap menjadi poin utama penentunya. Perhatian tetap bisa diberikan melalui sapaan hangat dan senyuman di awal meeting, memperhatikan satu persatu muridnya saat meeting, lalu mengakhiri meeting dengan senyuman dan do’a agar murid dan keluarga selalu dalam keadaan sehat dan semangat belajarnya.
Khusus mata pelajaran Matematika, sebagian orang tua dan masyarakat mewariskan cerita, ketakutan dan antipati yang tidak pada porsinya pada pelajaran ini sehingga yang hadir di benak anak-anaknya adalah momok dan sugesti bahwa Matematika itu sulit. Matematika hanya untuk anak-anak yang pintar dan jenius saja.
Pengalaman saya ketika masih menjadi murid dari TK sampai SMA dipenuhi dengan kejadian-kejadian dan kenangan-kenangan yang indah dengan guru Matematika saya. Hal inilah yang menjadi salah satu hal yang mendasari saya yang akhirnya memantapkan diri memilih Pendidikan Matematika menjadi salah satu pilihan saya saat mengikuti Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2000. Oleh karena itu saya mengambil benang merahnya bahwa secara tidak langsung guru Matematika mempunyai peranan penting untuk meluruskan kesalahan yang telah mengakar kuat di masyarakat ini salah satunya melalui Chemistry yang dia ciptakan antara dirinya dan para anak didiknya secara baik.
Sejak resmi menyandang gelar sarjana pendidikan dan berkecimpung dalam dunia pendidikan sebagai seorang guru matematika, saya bertekad akan mengajar matematika dengan menyentuh hati anak-anak atau minimal saya menjadi setetes air kehidupan baru bagi pelajaran Matematika. Mencoba memberikan nuansa pembelajaran yang lebih bermakna, pemahaman dan kesadaran juga informasi bahwa kehidupan ini dipenuhi oleh Matematika mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali. Hingga mereka menyadari bahwa Matematika itu bermanfaat dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia.
Matematika adalah sumber ilmu bagi cabang-cabang mata pelajaran lainnya. Kekuatan dasar-dasar ilmu matematika menjadi syarat bagi beberapa mata pelajaran lainnya seperti Fisika, Kimia, bahkan pada pelajaran Akuntansi.
Pada pertengahan 2017 saya pernah mendapati salah seseorang murid saya yang begitu bencinya kepada matematika. Saat itu saya mengajar di kelas 4 SD. Menjadi kebiasaan saya saat di awal mula dimulainya sebuah pembelajaran untuk mengumpulkan informasi keadaan murid-murid saya. Utamanya minat dan bakatnya pada pelajaran Matematika. Saya akan habiskan waktu bertanya jawab ke semua isi kelas satu persatu. Secara umum murid SD adalah anak-anak yang polos dan jujur tentang diri dan perasaannya.
Beberapa anak terbaca oleh saya memang masih mengakar kuat pada keyakinan bahwa matematika sulit. Mereka sampaikan dengan bahasa yang penuh kehati-hatian kepada saya. Menurut saya mereka masih menjaga perasaan saya. Tetapi si anak yang saya maksud sebaliknya, dengan berapi-api penuh semangat dia menyampaikan kalau dia itu benci dan tidak suka pada Matematika.
Terdiam sesaat sambil berpikir, ini PR besar saya. Sebagus apa pun, sebanyak apa pun, dan sesering apa pun saya memberikan penjelasan dan informasi kebenaran akan Matematika kepada seseorang yang membenci Matematika tidak akan ada gunanya. Keasadaran diri si anak lah yang akan mampu merubahnya. Tapi tetap saya sampaikan kepada seisi kelas mengenai kebenaran apa dan bagaimana Matematika itu. Lalu pada akhir nya saya tutup dengan sebuah pertanyaan yang lebih tepat sebuah tantangan bagi si anak tersebut. Apakah kalian bisa hidup tanpa Matematika? Kalau bisa, besok boleh sampaikan ke ibu ya!.
Setelah pertemuan pertama itu, saya mulai mencari informasi tentang si anak tersebut. Ternyata si anak memang ada bakat dan kemampuan di Matematika. Namun, orang tuanya telah memilih tempat les yang menurut saya lebih mementingkan pencapaian hasil dengan proses yang tidak tepat. Hari-hari si anak dihabiskan dengan melahap soal-soal dengan konsekuensi dan sanksi. Jika belum menyelesaikan soal-soal tersebut pada hari itu maka dia akan mendapat amarah dari guru lesnya di samping tambahan soal-soal. Orang tuanya mengetahui hal ini namun menerimanya sebagai keniscayaan, yang penting anaknya pintar Matematika.
Pertemuan berikutnya saya tanyakan ke semua murid, adakah di antara kalian yang bisa hidup tanpa Matematika? Sebagian bingung dan hanya diam sedangkan sebagian lagi menjawab tidak. Lalu saya tanyakan beberapa pertanyaan. Kalau mau pergi ke sekolah, kalian pilih jalan yang lama sampainya atau yang cepat? Anak-anak menjawab jalan yang cepat. Lalu kalau kalian membeli barang, mau beli harga yang murah atau yang mahal? Mereka menjawab yang murah. Kemudian, kalau mau pilih makanan, mau yang besar atau yang kecil? Mereka menjawab yang besar. Saya tanyakan lagi, kalau kalian berjualan, mau mendapat untung atau rugi? Mereka menjawab untung. Nah, inilah contohnya bahwa kehidupan sehari-hari kita penuh dengan praktik-praktik Matematika.
Bangun tidur langsung lihat jam, itu Matematika. Berusaha tidak terlambat sampai sekolah, itu Matematika. Membagi makanan kepada adik dengan bagian yang sama banyak, itu Matematika. Berdagang dengan modal kecil dan mendapatkan keuntungan yang besar, itu Matematika.
Setelah berdialog, saya tanyakan lagi kepada para murid, apakah bisa kita hidup tanpa Matematika? Mereka menjawab dengan semangat. Tidaaak. Kulirik si anak yang benci Matematika, dia hanya diam dan raut mukanya tidak lagi bersemangat seperti di awal pertemuan sebelumnya. Diri ini hanya berharap, setidaknya ada sedikit informasi yang tepat mengenai hatinya. Matematika bukan hanya terbatas pada angka-angka dan rumus-rumus saja tapi juga mencakup nilai-nilai kehidupan sehari-hari yang melekat dalam setiap diri manusia.
Semangat selalu para guru Matematika. Teruslah memberi pemahaman kepada para anak didik kita akan betapa bermanfaatnya Matematika. Hati hanya akan menyentuh hati. Chemistry itu akan terbentuk sendiri jika hati telah saling terpaut. Kita sambut era baru, era Matematika menjadi menyenangkan, digemari, dan dirindukan oleh para anak didik kita. In syaa Allah.
© 2024 Sekolah Islam Al-Azhar Cairo Palembang